Dari Persi datangnya pahlawan ini. Dan dari Persi pula Agama Islam
nanti dianut oleh orang-orang Mu'min yang tidak sedikit jumlahnya, dari
kalangan mereka muncul pribadi-pribadi istimewa yang tiada taranya, baik dalam
bidang kedalam ilmu pengetahuan, ilmuan dan keagamaan, maupun keduniaan.
Dan memang, salah satu dari keistimewaan dan kebesaran al-Islam adalah,
setiap ia memasuki suatu negeri dari negeri-negeri Allah, maka dengan keajaiban
luar biasa dibangkitkannya setiap keahlian, digerakkannya segala kemampuan
serta menggali bakat-bakat terpendam dari warga dan penduduk negeri itu, hingga
bermunculanlah filosof-filosof Islam, dokter-dokter Islam, ahli-ahli falak Islam,
ahli-ahli fiqih Islam, ahli-ahli ilmu pasti Islam dan penemu-penemu mutiara
Islam.
Ternyata bahwa pentolan-pentolan itu berasal dari setiap penjuru dan muncul
dari setiap bangsa, hingga masa-masa pertama perkembangan Islam penuh dengan
tokoh-tokoh luar biasa dalam segala lapangan, baik cita maupun karsa, yang
berlainan tanah air dan suku bangsanya, tetapi satu Agama . Dan
perkembangan yang penuh berkah dari Agama ini telah lebih dulu dikabarkan oleh
Rasulullah Saw, bahkan beliau telah menerima janji yang benar dari Tuhannya
Yang Maha Besar lagi Maha Mengetahui. Pada suatu hari diangkatlah baginya
jarak pemisah dari tempat dan waktu, sampai disaksikannyalah dengan mata kepala
panji-panji Islam berkibar di kota-kota di muka bumi, serta di istana dan mahligai-mahligai
para penduduknya.
Salman ra. sendiri turut menyaksikan hal tersebut, karena ia memang terlibat dan memiliki hubungan erat
dengan kejadian itu. Peristiwa itu terjadi waktu perang Khandaq, yaitu
pada tahun kelima Hijriyah. Beberapa orang pemuka
Yahudi pergi ke Mekah menghasut orang-orang musyrik dan golongan-golongan kafir
agar menyerang Rasulullah Saw. dan Kaum Muslimin, dan mereka berjanji akan
memberikan bantuan dalam perang penentuan yang akan menumbangkan serta mencabut
urat akar Agama baru ini.
Siasat dan taktik perang pun diaturlah secara licik, bahwa tentara Quraisy
dan Ghathfan akan menyerang kota Madinah dari luar, sementara Bani Quraidlah
(Yahudi) akan menyerangnya dari dalam yaitu dari belakang barisan kaum muslimim
sehingga mereka akan terjepit dari dua arah, karenanya mereka akan hancur lumat
dan hanya tinggal nama belaka.
Demikianlah pada suatu hari Kaum Muslimin tiba-tiba melihat datangnya
pasukan tentara yang besar mendekati kota Madinah, membawa perbekalan banyak
dan persenjataan lengkap untuk menghancurkan. Kaum Muslimin panik dan
mereka bagaikan kehilangan akal melihat hal yang tidak diduga-duga
itu. Kondisi mereka dilukiskan oleh al-Quran sebagai berikut:
øArtinya : "Ketika mereka datang dari
sebelah atas dan dari arah bawahmu, dan ketika pandangan matamu telah berputar
liar, seolah-olah hatimu telah nakh sampai kerongkongan, dan kamu menaruh
sangkaan yang bukan-bukan terhadap Allah". (QS Al-Ahzab: l0)
Dua puluh empat ribu orang prajurit di bawah pimpinan Abu Sufyan dan
Uyainah bin Hishn menghampiri kota Madinah dengan maksud hendak mengepung dan
melepaskan pukulan menentukan yang akan menghabisi Muhammad Saw. Agama serta
para sahabatnya. Pasukan tentara ini tidak saja terdiri dari orang-orang
Quraisy, tetapi juga dari berbagai kabilah atau suku yang menganggap Islam
sebagai lawan yang membahayakan mereka. Dan peristiwa ini merupakan
percobaan akhir dan menentukan dari pihak musuh-musuh Islam, baik dari
perorangan, maupun dari suku dan golongan.
Kaum Muslimin menyadari keadaan mereka yang gawat ini,
Rasulullah Saw. pun mengumpulkan para sahabatnya
untuk bermusyawarah. Dan tentu saja mereka semua setuju untuk bertahan dan
mengangkat senjata, tetapi apa yang harus mereka lakukan untuk bertahan itu ?
Ketika itulah tampil seorang yang tinggi jangkung dan berambut lebat,
seorang yang disayangi dan amat dihormati oleh Rasulullah Saw. Itulah dia Salman al-Farisi ra. Dari tempat ketinggian ia melayangkan pandang meninjau sekitar
Madinah, dan sebagai telah dikenalnya juga didapatinya kota itu di lingkung
gunung dan bukit-bukit batu yang tak ubah bagai benteng ini
layaknya. Hanya di sana terdapat pula daerah terbuka, luas dan terbentang
panjang, sampai dengan mudah akan dapat diserbu musuh untuk memasuki benteng
pertahanan.
Di negerinya Persia, Salman ra. telah memiliki pengalaman luas tentang teknik dan sarana perang, begitu pun
tentang siasat dan liku-likunya. Maka tampillah ia mengajukan suatu usul
kepada Rasulullah Saw. yaitu suatu rencana yang belum
pernah dikenal oleh orang-orang Arab dalam peperangan mereka selama
ini. Rencana itu berupa penggalian khandaq atau parit perlindungan
sepanjang daerah terbuka keliling kota.
Dan hanya Allah yang lebih mengetahui apa yang akan dialami Kaum Muslimin
dalam peperangan itu seandainya mereka tidak menggali parit atau usul Salman
ra. tersebut.
Ketika Quraisy menyaksikan parit terbentang di hadapannya, mereka merasa
terpukul melihat hal yang tidak disangka-sangka itu, hingga tidak kurang
sebulan lamanya kekuatan mereka bagai terpaku di kemah-kemah karena tidak
berdaya menerobos kota.
Dan akhirnya pada suatu malam Allah Ta'ala mengirim angin topan yang
menerbangkan kemah-kemah dan memporak-porandakan tentara mereka. Abu
Sufyan pun menyerukan kepada anak buahnya agar kembali pulang ke kampung mereka, dalam kondisi kecewa dan putus asa dan menderita kekalahan pahit.
Sewaktu menggali parit, Salman ra. tidak ketinggalan
bekerja bersama Kaum Muslimin yang sibuk menggali tanah. Juga Rasulullah
Saw. ikut membawa tembilang dan membelah
batu. Kebetulan di tempat penggalian Salman ra. bersama kawan-kawannya, tembilang mereka terbentur pada sebuah batu besar.
Salman ra. seorang yang berperawakan kokoh dan
bertenaga besar. Sekali ayun dari lengannya yang kuat
akan dapat membelah batu dan memecahnya menjadi pecahan-pecahan
kecil. Tetapi menghadapi batu besar ini ia tak berdaya, sedang bantuan
dari teman-temannya hanya menghasilkan kegagalan belaka.
Salman ra. pergi mendapatkan Rasulullah Saw. dan minta idzin mengalihkan jalur
parit dari garis semula, untuk menghindari batu besar yang tak tergoyahkan
itu. Rasulullah Saw. pun pergi bersama Salman ra. untuk melihat sendiri kondisi tempat dan batu besar tadi. Dan setelah
menyaksikannya, Rasulullah Saw. meminta sebuah tembilang dan
menyuruh para sahabat mundur dan menghindarkan diri dari pecahan-pecahan batu
itu nanti.
Rasulullah Saw. lalu membaca basmalah dan mengangkat
kedua tangannya yang mulia yang sedang memegang erat tembilang itu, dan dengan
sekuat tenaga dihunjamkannya ke batu besar itu. Kiranya batu itu terbelah
dan dari celah belahannya yang besar keluar lambaian api yang tinggi dan
menerangi. "Saya lihat lambaian api itu menerangi pinggiran kota
Madinah", kata Salman ra. sementara Rasulullah Saw. mengucapkan takbir, sabdanya: "Allah Maha
Besar! Aku telah dikaruniai hunci-kunci istana negeri Persi, dan dari
lambaian api tadi nampak olehku dengan nyata istana-istana kerajaan Hirah
begitu pun kota-kota maharaja Persi dan bahwa ummatku akan menguasai semua
itu".
Lalu Rasulullah Saw. mengangkat tembilang itu kembali dan
memukulkannya ke batu untuk kedua kalinya. Maka tampaklah seperti semula
tadi.Pecahan batu besar itu menyemburkan lambaian api yang tinggi dan
menerangi, sementara Rasulullah Saw. bertakbir sabdanya: "Allah Maha Besar! Aku telah dikaruniai kunci-kunci negeri Romawi, dan
tampak nyata olehku istana-istana merahnya, dan bahwa ummatku akan
menguasainya".
Kemudian dipukulkannya untuk ketiga kali, dan batu besar itu pun menyerah
pecah berderai, sementara sinar yang terpancar darinya amat nyala dan terang
temarang. Rasulullah Saw. pun mengucapkan la ilaha illallah diikuti dengan gemuruh oleh
kaum Muslimin. Lalu diceritakanlah oleh Rasulullah Saw. bahwa beliau
sekarang melihat istana-istana dan mahligai-mahligai di Syria maupun Shan'a,
begitu pun di daerah-daerah lain yang suatu ketika nanti akan berada di bawah
naungan bendera Allah yang berkibar. Maka dengan keimanan penuh Kaum
Muslimin pun serentak berseru: "Inilah yang dijanjikan
Allah dan Rasul-Nya .... Dan benarlah Allah dan Rasul-Nya".
Salman ra. adalah orang yang mengajukan saran
untuk membuat parit. Dan dia pulalah penemu batu yang telah memancarkan
rahasia-rahasia dan ramalan-ramalan ghaib, yakni ketika ia meminta tolong
kepada Rasulullah Saw.Ia berdiri di samping Rasulullah Saw. menyaksikan cahaya
dan mendengar berita gembira itu. Dan dia masih hidup ketika ramalan itu
menjadi kenyataan, dilihat bahkan dialami dan dirasakannya
sendiri. Dilihatnya kota-kota di Persi dan Romawi, dan dilihatnya mahligai
istana di Shan'a, di Mesir, di Syria dan di Irak. Pendeknya disaksikan
dengan mata kepalanya bahwa seluruh permukaan bumi seakan berguncang keras,
karena seruan mempesona penuh berkah yang berkumandang dari puncak
menara-menara tinggi di setiap pelosok, memancarkan sinar hidayah Allah.
Salman
al-Farisi ra. menceritakan tentang dirinya, dan kisah perjalanan hidupnya
seperti yang diceritakannya kepada Ibnu Abbas ra, "Aku berasal dari Isfahan, warga suatu desa yang bernama "Jayyu". Bapakku seorang tokoh di daerah itu, dan aku merupakan
makhluk Allah yang paling disayanginya. Aku membaktikan diri
dalam agama majusi, hingga diserahi tugas sebagai penjaga api yang bertanggung
jawab atas nyalanya dan tidak membiarkannya padam.
Bapakku memiliki sebidang tanah, dan pada suatu hari aku disuruhnya ke
sana. Dalam perjalanan ke tempat tujuan,
aku lewat di sebuah gereja milik kaum Nashrani. Kudengar mereka sedang sembahyang, maka aku masuk ke dalam untuk melihat
apa yang mereka lakukan. Aku kagum melihat cara mereka sembahyang, dan
kataku dalam hati: "Ini lebih baik dari apa yang aku anut selama
ini!" Aku tidak beranjak dari tempat itu sampai matahari terbenam, dan
tidak jadi pergi ke tanah milik bapakku serta tidak pula kembali pulang, sampai
bapak mengirim orang untuk menyusulku.
Karena agama mereka menarik perhatianku, kutanyakan kepada orang-orang
Nashrani dari mana asal-usul agama mereka. "Dari Syria",
ujar mereka.
Ketika telah berada di hadapan bapakku, kukatakan kepadanya: "Aku
lewat pada suatu kaum yang sedang melakukan ibadah di gereja. Upacara
mereka amat mengagumkanku. Kulihat pula agama mereka lebih baik dari agama
kita ". Kami pun bersoal-jawab melakukan diskusi dengan bapakku
dan berakhir dengan dirantainya kakiku dan dipenjarakannya diriku.
Kepada orang-orang Nashrani kukirim berita bahwa aku telah menganut agama
mereka. Kuminta pula agar bila datang rombongan dari Syria, supaya aku
diberi tahu sebelum mereka kembali, karena aku akan ikut bersama mereka ke
sana. Permintaanku itu mereka kabulkan,
maka kuputuskan rantai. Lalu meloloskan diri dari penjara dan
menggabungkan diri kepada rombongan itu menuju Syria.
Sesampainya di sana kutanyakan seorang ahli dalam agama itu, dijawabnya
bahwa ia adalah uskup pemilik gereja. Maka aku datang kepada Uskup tersebut dan
berkata kepadanya, aku sangat tertarik dengan agama ini. Jadi aku ingin
bersamamu dan melayanimu di ibadahmu dan agar bisa belajar bersamamu dan
beribadah bersamamu. Uskup berkata: "masuklah!" Aku pun masuk
kepadanya, ternyata Uskup tersebut orang yang jahat. Ia mengajak ummat untuk
bersedekah, namun ketika mereka telah mengumpulkan sedekahnya melalui dia, ia
simpan untuk dirinya dan tidak menyerahkannya kepada orang-orang fakir miskin,
sampai ia berhasil mengumpulkan tujuh lemari penuh yang berisikan emas dan
perak.
Aku sangat
marah kepadanya karena perbuatannya tersebut. Tidak lama kemudian Uskup
tersebut mati. Orang-orang Nasrani berkumpul untuk mengurus jenazahnya, namun
aku katakan kepada mereka: "Sungguh orang ini telah berbuat jahat, ia
menganjurkan kalian bersedekah, namun ketika kalian menyerahkan sedekah
melewatinya, ia malah menyimpannya untuk dirinya sendiri dan tidak
membagikannya sedikitpun kepada fikir miskin", mereka berkata: "darimana
engkau mengetahui ha ini? " Aku katakan kepada mereka, "mari
aku tunjukan tempat penyimpanannya!"
Aku tunjukan
tempat penyimpanan uskup tersebut kepada mereka, kemudian mereka mengeluarkan
tujuh lemari yang berisi penuh dengan emas dan perak. Ketika melihat ketujuh
peti tersebut, mereka berkata: "Demi Allah, kita tidak akan mengubur
mayat uskup ini". Mereka menyalib Uskup tersebut dan melemparinya
dengan batu. Setelah itu, mereka menunjuk orang lain untuk menjadi Uskup
pengganti. Dan kulihat tak seorang pun yang lebih baik beragamanya dari uskup baru
ini. Aku pun mencintainya demikian rupa, sehingga hatiku merasa tak
seorang pun yang lebih kucintai sebelum itu dari padanya.
Dan tatkala ajalnya telah dekat, tanyaku padanya: "Sebagai anda
maklumi, telah dekat saat berlakunya taqdir Allah atas diri Anda. Maka
apakah yang harus kuperbuat, dan siapakah sebaiknya yang harus kuhubungi". Ujarnya: "Anakku!, "tak seorang pun menurut
pengetahuanku yang sama langkahnya dengan aku, kecuali seorang pemimpin yang
tinggal di Mosul".
Lalu tatkala ia wafat aku pun berangkat ke Mosul dan menghubungi pendeta
yang disebutkannya itu. Kuceriterakan kepadanya pesan dari uskup tadi dan
aku tinggal bersamanya selama waktu yang dikehendaki Allah. Kemudian tatkala ajalnya telah dekat pula, kutanyakan kepadanya siapa yang
harus kuturuti. Ditunjukkannyalah orang shalih yang tinggal di
Nasibin.
Aku datang kepadanya dan ku ceriterakan perihalku, lalu tinggal bersamanya
selama waktu yang dikehendaki Allah pula. Tatkala ia hendak meninggal,
kubertanya pula kepadanya. Maka disuruhnya aku menghubungi seorang
pemimpin yang tinggal di 'Amuria, suatu kota yang termasuk wilayah Romawi. Aku
berangkat ke sana dan tinggal bersamanya, sedang sebagai bekal hidup aku
berternak sapi dan kambing beberapa ekor banyaknya.
Kemudian dekatlah pula ajalnya dan kutanyakan padanya kepada siapa aku
dipercayakannya. Ujarnya : "Anakku, tak seorang pun yang kukenal serupa
dengan kita keadaannya dan dapat kupercayakan engkau padanya. Tetapi
sekarang telah dekat datangnya masa kebangkitan seorang Nabi yang mengikuti
agama Ibrahim secara murni. la nanti akan hijrah ke suatu tempat yang
ditumbuhi kurma dan terletak di antara dua bidang tanah berbatu-batu
hitam. Seandainya kamu dapat pergi ke sana, temuilah dia, Ia mempunyai
tanda-tanda yang jelas dan gamblang, ia tidak mau makan shadaqah, sebaliknya
bersedia menerima hadiah dan di pundaknya ada cap kenabian yang bila kau
melihatnya, segeralah kau mengenalinya"
Kebetulan pada suatu hari lewatlah suatu rombongan berkendaraan, lalu
kutanyakan dari mana mereka datang. Tahulah aku bahwa mereka dari jazirah
Arab, maka kataku kepada mereka: "Maukah kalian membawaku ke negeri
kalian, dan sebagai imbalannya kuberikan kepada kalian sapi-sapi dan
kambing-kambingku ini?" mereka menjawab : "Baiklah".
Demikianlah mereka membawaku serta dalam perjalanan hingga sampai di suatu
negeri yang bernama Wadil Qura. Di sana aku mengalami penganiayaan, mereka
menjualku ke seorang yahudi. Ketika tampak olehku banyak pohon kurma, aku
berharap kiranya negeri ini yang disebutkan pendeta kepadaku dulu, yakni yang
akan menjadi tempat hijrah Nabi yang ditunggu. Ternyata dugaanku meleset. Mulai
saat itu aku tinggal bersama orang yang membeliku, hingga pada suatu hari
datang seorang yahudi Bani Quraizhah yang membeliku pula daripadanya. Aku
dibawanya ke Madinah, dan demi Allah baru saja kulihat negeri itu, aku pun
yakin itulah negeri yang disebutkan dulu. Aku tinggal bersama
yahudi itu dan bekerja di perkebunan kurma milik Bani Quraizhah, hingga datang
saat diutusnya Rasulullah Saw. yang datang ke Madinah dan singgah
pada Bani' Amar bin 'Auf di Quba.
Pada suatu hari, ketika aku berada di puncak pohon kurma sedang majikanku
lagi duduk di bawahnya, tiba-tiba datang seorang yahudi saudara sepupunya yang
mengatakan padanya:
"Bani Qilah celaka! Mereka berkerumun mengelilingi seorang
laki-laki di Quba yang datang dari Mekah dan mengaku sebagai Nabi Demi Allah,
baru saja ia mengucapkan kata-kata itu, tubuhku-pun bergetar keras hingga pohon
kurma itu bagai bergoncang dan hampir saja aku jatuh menimpa
majikanku. Aku segera turun dan kataku kepada orang tadi: "Apa kata
Anda?" Ada berita apa?" Majikanku mengangkat
tangan lalu meninjuku sekuatnya, serta bentaknya: "Apa urusanmu dengan
ini, ayo kembali ke pekerjaanmu!" Maka aku pun kembalilah bekerja.
Setelah hari petang, kukumpulkan segala yang ada padaku, lalu keluar dan
pergi menemui Rasulullah Saw. di Quba, Aku masuk kepadanya ketika beliau
sedang duduk bersama beberapa orang anggota rombongan. Lalu kataku
kepadanya: "Tuan-tuan adalah perantau yang sedang dalam kebutuhan. Kebetulan aku memiliki persediaan makanan yang telah kujanjikan untuk sedekah. Dan setelah mendengar kondisi
tuan-tuan, maka menurut hematku, tuan-tuanlah yang lebih layak menerimanya, dan
makanan itu kubawa ke sini ". Lalu makanan itu
kutaruh di hadapannya.
"Makanlah dengan nama Allah". sabda Rasulullah Saw. kepada para sahabatnya, tetapi beliau tak
sedikit pun mengulurkan tangannya menjamah makanan itu. "Nah, demi
Allah!" Kataku dalam hati, inilah satu dari tanda-tandanya, bahwa ia tak mau memakan harta sedeqah.
Aku kembali pulang, tetapi pagi-pagi keesokan harinya aku kembali menemui
Rasulullah Saw. sambil membawa makanan, serta kataku kepadanya: "Kulihat
tuan tak hendak makan sedekah, tetapi aku memiliki sesuatu yang ingin
kuserahkan kepada tuan sebagai hadiah", lalu kutaruh makanan di
hadapannya. Maka sabdanya kepada sahabatnya: "Makanlah dengan menyebut
nama Allah". Dan beliaupun turut makan bersama mereka. "Demi
Allah", kataku dalam hati, inilah tanda
yang kedua, bahwa ia bersedia menerima hadiah.
Aku kembali pulang dan tinggal di tempatku beberapa lama. Kemudian
kupergi mencari Rasulullah Saw. dan kutemui beliau di Baqi', sedang
mengiringkan jenazah dan dikelilingi oleh sahabat-sahabatnya. Ia memakai
dua lembar kain lebar, yang satu dipakainya untuk sarung dan yang satu lagi
sebagai baju. Lalu kuucapkan salam kepadanya dan
kutolehkan pandangan ingin melihatnya. Rupanya ia mengerti akan maksudku,
maka disingkapkannya kain burdah dari lehernya hingga nampak pada pundaknya
tanda yang kucari, yaitu cap kenabian sebagai disebutkan oleh pendeta dulu.
Melihat itu aku meratap dan menciuminya sambil menangis. Lalu aku
dipanggil menghadap oleh Rasulullah Saw. Aku duduk di hadapannya, lalu
kuceriterakan kisahku kepadanya sebagai yang telah kuceriterakan tadi.
Kemudian aku masuk Islam, dan perbudakan menjadi penghalang bagiku untuk bergabung
perang Badar dan Uhud. Lalu pada suatu hari Rasulullah menitahkan padaku: "Mintalah
pada majikanmu agar ia bersedia membebaskanmu dengan menerima uang tebusan."
Kemudian aku
memerdekakan diriku dari tuanku dengan membayar tiga ratus pohon kurma yang aku
tanam untuk tuanku dan emas empat puluh ons. Rasulullah Saw. menyeru
shahabat-shahabatnya: "Bantulah saudara kalian ini!"
Shahabat-shahabat Rasulullah memberi bantuan anak pohon kurma kepadaku. Ada
shahabat yang memberiku dengan tiga puluh anak pohon kurma. Dan ada shahabat
yang memberiku lima belas anak pohon kurma, dan ada shahabat yang memberiku
sepuluh anak pohon kurma, setiap orang membantu sesuai dengan kemampuannya,
sampai akhirnya terkumpul tiga ratus pohon kurma. Rasulullah Saw. berkata kepadaku:
"Pergilah hai Salman, dan Galilah lubang untuk anak-anak pohon kurma
ini! Jika engkau telah selesai
menggalinya, datanglah kepadaku, agar aku sendiri yang akan meletakannya dengan
tanganku sendiri ke dalam lubangnya".
Kemudian aku
menggali lubang untuk anak-anak pohon kurma tersebut dengan dibantu
shahabat-shahabatku. Ketika aku
telah selesai menggalinya, aku menghadap kepada Rasulullah Saw. dan melaporkan
kepada beliau bahwa aku telah selesai membuat lubang. Kemudian Rasulullah Saw. pergi bersamaku
ke lubang-lubang tersebut. Kami
berikan anak pohon kurma kepada beliau dan diletakannya ke dalam lubang
tersebut. "Demi Dzat yang
jiwa Salman berada di Tangan-Nya, tidak ada satu anak pohon kurma pun yang
mati. Aku pelihara pohon-pohon
kurma tersebut dan aku memiliki sedikit harta."
Tidak lama
setelah itu, Rasulullah Saw. datang dengan membawa emas sebesar telur ayam dari
salah satu lokasi pertambangan. Rasulullah
Saw. berkata: "Ambil emas ini dan bayarlah hutangmu dengannya!" Aku berkata: "Wahai Rasulullah
Saw, Bagaimana emas ini bisa menutupi hutangku?" Rasulullah Saw. berkata: "Ambillah
emas ini karena Allah akan menutup hutangmu dengannya! " Demi Dzat
yang jiwa Salman berada di tangan-Nya, ternyata berat emas tersebut pas empat
puluh ons. Kemudian aku bayar utangku pada tuanku dengan emas tersebut. Setelah
itu aku menjadi orang merdeka. Aku bisa ikut perang Khandaq bersama Rasulullah
Saw. sebagai orang merdeka dan sesudah perang itu akan tidak pernah melewatkan
satu peperanganpun.
Demikianlah aku dimerdekakan oleh Allah, dan hidup sebagai seorang Muslim
yang bebas merdeka, serta mengambil bagian bersama Rasulullah dalam perang
Khandaq dan peperangan lainnya.
Dengan kalimat-kalimat yang jelas dan manis, Salman ra. menceriterakan
kepada kita usaha keras dan perjuangan besar serta mulia untuk mencari hakikat
keagamaan, yang akhirnya dapat sampai kepada Allah Ta'ala dan membekas sebagai
jalan hidup yang harus ditempuhnya ....
Corak manusia ulung manakah orang ini? Dan keunggulan besar manakah yang mendesak jiwanya yang agung dan melecut
kemauannya yang keras untuk mengatasi segala kesulitan dan membuatnya mungkin
barang yang kelihatan mustahil? Kehausan dan kegandrungan
terhadap kebenaran manakah yang telah menyebabkan pemiliknya rela meninggalkan kampung
halaman berikut harta benda dan segala macam kesenangan, lalu pergi menempuh
daerah yang belum dikenal dengan segala halangan dan beban penderitaan, pindah
dari satu daerah ke daerah lain, dari satu negeri ke negeri lain, tak kenal
letih atau lelah, di samping tak lupa beribadah secara tekun.
Sementara pandangannya yang tajam selalu mengawasi manusia, menyelidiki
kehidupan dan aliran mereka yang berbeda, sedang tujuannya yang utama tak
pernah beranjak dari semula, yang tidak lain hanya mencari kebenaran. Begitu
pun pengorbanan mulia yang dibaktikannya demi mencapai hidayah Allah, sampai ia
diperjual belikan sebagai budak belian. Dan akhirnya ia diberi Allah ganjaran
setimpal hingga dipertemukan dengan al-Haq dan dipersuakan dengan Rasul-Nya,
lalu dikaruniai usia lanjut, hingga ia dapat menyaksikan dengan kedua matanya
bagaimana panji-panji Allah berkibaran di seluruh pelosok dunia, sementara
ummat Islam mengisi ruangan dan sudut-sudutnya dengan hidayah dan petunjuk
Allah, dengan kemakmuran dan keadilan.
Bagaimana akhir kesudahan yang dapat kita harapkan dari seorang tokoh yang
tulus hati dan keras kemauannya demikian rupa? Sungguh, keislaman Salman
ra. adalah keislamannya orang-orang
utama dan taqwa. Dan dalam kecerdasan, kesahajaan dan kebebasan dari pengaruh
dunia, maka kondisinya mirip sekali dengan Umar bin Khatthab.
Ia pernah tinggal bersama Abu Darda di sebuah rumah beberapa hari lamanya. Sedang kebiasaan Abu Darda beribadah di waktu malam dan shaum di waktu
siang. Salman ra. melarangnya berlebihan dalam
beribadah seperti itu.
Pada suatu hari Salman ra. bermaksud hendak mematahkan niat Abu
Darda untuk shaum sunnat esok hari. Dia menyalahkannya: "Apakah
engkau hendak melarangku shaum dan shalat karena Allah?" Maka jawab
Salman ra. : "Sesungguhnya kedua matamu
memiliki hak atas dirimu, demikian pula keluargamu memiliki hak atas
dirimu. Di samping kamu shaum, berbukalah, dan di samping melakukan shalat, tidurlah! "
Peristiwa itu sampai ke telinga Rasulullah, maka sabdanya: "Sungguh
Salman ra. telah dipenuhi dengan ilmu". Rasulullah Saw. sendiri sering memuji kecerdasan
Salman ra. serta ketinggian ilmunya, sebagaimana beliau memuji Agama dan budi
pekertinya yang luhur. Di waktu perang Khandaq, kaum Anshar sama berdiri
dan berkata: "Salman ra. dari golongan kami". Bangkitlah pula kaum
Muhajirin, kata mereka: "Tidak, ia dari golongan kami" Mereka
pun dipanggil oleh Rasulullah Saw, dan sabdanya: "Salman adalah
golongan kami, ahlul Bait". Dan memang selayaknyalah jika Salman ra. mendapat kehormatan seperti itu.
Ali bin Abi Thalib ra. menggelari Salman ra. dengan "Luqmanul Hakim". Dan sewaktu ditanya
mengenai Salman, yang ketika itu telah wafat, maka jawabnya: "Ia adalah
seorang yang datang dari kami dan kembali kepada kami Ahlul Bait. Siapa
pula di antara kalian yang akan dapat menyamai Luqmanul Hakim. Ia telah
beroleh ilmu yang pertama begitu pula ilmu yang terakhir.Dan telah dibacanya
kitab yang pertama dan juga kitab yang terakhir. Tak ubahnya ia bagai
lautan yang airnya tak pernah kering ".
Dalam kalbu para sahabat umumnya, pribadi Salman ra.telah mendapat
kedudukan mulia dan derajat utama. Di masa pemerintahan Khalifah Umar
ra.ia datang berkunjung ke Madinah. Maka Umar melakukan penyambutan yang
belum penah dilakukannya kepada siapa pun juga. Dikumpulkannya para sahabat dan mengajak mereka: "Marilah kita
pergi menyambut Salman ra.!" Lalu ia keluar bersama mereka menuju pinggiran kota Madinah untuk
menyambutnya.
Sejak bertemu dengan Rasulullah dan iman kepadanya, Salman ra.hidup sebagai
seorang Muslim yang merdeka, sebagai pejuang dan selalu berbakti. Ia pun mengalami kehidupan masa Khalifah Abu Bakar ra. kemudian di masa Amirul Mu'minin Umar ra. lalu di masa Khalifah
Utsman ra. di waktu mana ia kembali ke hadirat Tuhannya.
Salman ra. memanfaatkan sisa waktunya di samping berbakti untuk negara juga
menganyam dan menjalin daun kurma untuk dijadikan bakul atau keranjang,
kehidupannya sangat sederhana, hal itu terlihat dari pakaian yang dipakainya,
seperti kainnya yang pendek, karena amat pendeknya sampai terbuka kedua
lututnya.
Padahal ia seorang tua yang berwibawa, mampu dan tidak
berkekurangan.Tunjangan yang diperolehnya tidak sedikit, antara empat sampai
enam ribu setahun.Tapi semua itu disumbangkannya habis, satu dirham pun tak
diambil untuk dirinya. Katanya: "Untuk bahannya kubeli daun satu
dirham, lalu kuperbuat dan kujual tiga dirham". Yang satu dirham kuambil untuk
modal, satu dirham lagi untuk nafkah keluargaku, sedang satu dirham sisanya
untuk shadaqah. Seandainya Umar bin Khatthab ra. melarangku melakukannya,
sekali-kali tiadalah akan kuhentikan! "
Bahkan Ia juga seorang putra Persi, suatu negeri yang terkenal dengan
kemewahan dan kesenangan serta hidup boros, sedang ia bukan dari golongan
miskin atau bawahan, tapi dari golongan berpunya dan kelas tinggi. Namun ia sekarang menolak harta, kekayaan dan kesenangan, bertahan dengan kehidupan bersahaja, tidak lebih dari satu dirham tiap
harinya, yang diperoleh dari hasil jerih payahnya sendiri.
Kenapa ditolaknya pangkat dan tak bersedia menerimanya? Salman ra.
berkata : "Seandainya kamu masih mampu makan
tanah asal tak membawahi dua orang manusia, maka lakukanlah!" Kenapa ia menolak pangkat dan jabatan, kecuali jika mengepalai sepasukan
tentara yang pergi menuju medan perang? Atau dalam suasana tiada seorang
pun yang mampu memikul tanggung jawab kecuali dia, hingga terpaksa ia
melakukannya dengan hati murung dan jiwa merintih? Lalu kenapa ketika
memegang jabatan yang mesti dipikulnya, ia tidak mau menerima tunjangan yang
diberikan padanya secara halal?
Diriwayatkan oleh Hisyam bin Hisan dari Hasan: "Tunjangan Salman
ra. sebanyak lima ribu setahun, (gambaran kesederhanaannya) ketika ia berpidato
di hadapan tigapuluh ribu orang separuh baju luarnya (aba'ah) dijadikan alas
duduknya dan separoh lagi menutupi badannya. Jika tunjangan keluar, maka
dibagi-bagikannya sampai habis, sedang untuk nafqahnya dari hasil usaha kedua
tangannya ".
Kenapa ia melakukan perbuatan seperti itu dan sangat zuhud kepada dunia,
padahal ia seorang putra Persi yang biasa tenggelam dalam kesenangan dan
dipengaruhi arus kemajuan? Inilah ungkapan Salman ra. ketika berada di
atas pembaringan menjelang ajalnya, sewaktu ruhnya yang mulia telah
bersiap-siap untuk kembali menemui Tuhannya Yang Maha Tinggi lagi Maha
Pengasih.
Sa'ad bin Abi Waqqash datang menjenguknya, lalu Salman ra. menangis. "Apa yang Anda tangiskan, wahai Abu Abdillah",
tanya Sa'ad, "padahal Rasulullah Saw. wafat dalam keadaan ridla kepada
anda?" Salman ra. menjawab, "Demi Allah, daku menangis
bukanlah karena takut mati atau mengharap kemewahan dunia, hanya Rasulullah
telah menyampaikan suatu pesan kepada kita, dengan sabdanya: "Hendaklah
bagian masing-masingmu dari kekayaan dunia ini seperti bekal seorang
pengendara, padahal harta milikku begini banyaknya"
Kata Sa'ad: "Saya perhatikan, tak ada yang tampak di sekelilingku
kecuali satu piring dan sebuah baskom". Lalu Sa’ad berkata lagi: "Wahai Abu Abdillah, berilah kami
suatu pesan yang akan kami ingat selalu darimu!" Maka ujarnya: "Wahai Sa'ad, Ingatlah Allah di kala dukamu, sedang
kau derita. Dan pada putusanmu jika kamu menghukumi. Dan pada saat
tanganmu melakukan pembagian".
Rupanya inilah yang telah mengisi kalbu Salman ra. mengenai kekayaan dan kepuasan. Ia telah memenuhinya dengan zuhud
terhadap dunia dan segala harta, pangkat dengan pengaruhnya, yaitu pesan
Rasulullah Saw. kepadanya dan kepada semua sahabatnya, agar mereka tidak
dikuasai oleh dunia dan tidak mengambil bagian darinya, kecuali sekedar bekal
seorang pengendara.
Salman ra.telah memenuhi pesan itu sebaik-baiknya, namun air matanya masih
jatuh berderai ketika ruhnya telah siap untuk berangkat, khawatir kalau-kalau
ia telah melampaui batas yang ditetapkan. Tak ada di ruangannya kecuali
sebuah piring wadah makannya dan sebuah baskom untuk tempat minum dan wudlu,
Tetapi walau demikian ia menganggap dirinya telah berlaku boros.
Pada hari-hari ia bertugas sebagai Amir atau kepala daerah di Madain,
keadaannya tak sedikit pun berubah. Sebagai telah kita ketahui, ia menolak
untuk menerima gaji sebagai amir, satu dirham sekalipun. Ia tetap
mengambil nafkahnya dari hasil menganyam daun kurma, sedang pakaiannya tidak
lebih dari sehelai baju luar, dalam kesederhanaan dan kesahajaannya tak berbeda
dengan baju usangnya.
Pada suatu hari, ketika sedang berjalan di suatu jalan raya, ia didatangi
seorang laki-laki dari Syria yang membawa sepikul buah tin dan
kurma. Rupanya beban itu sangat berat, sampai melelahkannya. Demi
dilihat olehnya seorang laki-laki yang tampak sebagai orang biasa dan dari
golongan tak berpunya, terpikirlah hendak menyuruh laki-laki itu membawa
buah-buahan dengan diberi imbalan atas jerih payahnya bila telah sampai ke
tempat tujuan. Ia memberi isyarat agar datang kepadanya, dan Salman ra. menurut dengan patuh. "Tolong bawakan barangku ini!",
Kata orang dari Suriah itu. Maka barang itu pun dipikul oleh Salman ra,
lalu berdua mereka berjalan bersama-sama.
Di tengah perjalanan mereka berpapasan dengan satu rombongan. Salman
ra. memberi salam kepada mereka, yang
dijawabnya sambil berhenti: "Juga kepada amir, kami ucapkan salam"
"Juga kepada amir?" Amir mana yang mereka maksudkan?" Tanya orang Suriah itu dalam hati. Keheranannya kian bertambah ketika
dilihatnya sebagian dari anggota rombongan segera menuju beban yang dipikul
oleh Salman ra. dengan maksud hendak menggantikannya, kata mereka: "Berikanlah
kepada kami wahai amir!". Sekarang mengertilah orang Syria itu bahwa
kulinya tiada lain Salman al-Farisi ra, amir dari kota Madain. Orang itu
pun menjadi gugup, kata-kata penyesalan dan permintaan maaf bagai mengalir dari
bibirnya. Ia mendekat hendak menarik beban itu dari tangannya, tetapi
Salman ra. menolak, dan berkata sambil
menggelengkan kepala: "Tidak, sebelum kuantarkan sampai ke rumahmu".
Suatu ketika Salman ra.pernah ditanyai orang : "Apa sebabnya Anda tidak menyukai jabatan sebagai amir? " Jawabnya: "Karena manis waktu memegangnya tapi pahit waktu melepaskannya!" Pada waktu yang lain,
seorang sahabat memasuki rumah Salman ra, didapatinya ia sedang duduk menggodok
tepung, maka tanya sahabat itu: "Kemana pelayan?" Ujarnya: "Saya suruh untuk suatu keperluan, maka saya tak
ingin ia harus melakukan dua pekerjaan sekaligus"
Kezuhudan Salman ra. juga terlihat ketika ia melihat pembangunan sebuah
rumah, pada waktu itu, Salman ra. bertanya kepada tukangnya: "Bagaimana
pola rumah yang ingin Anda dirikan?" Kebetulan tukang bangunan ini
seorang 'arif bijaksana, mengetahui
kesederhanaan Salman ra.dan sifatnya yang tak suka bermewah mewah. Maka
ujarnya: "Jangan Anda khawatir, rumah itu merupakan bangunan yang dapat digunakan bernaung di waktu
panas dan tempat berteduh di waktu hujan. Andainya anda berdiri, maka
kepala anda akan sampai pada langit-langitnya, dan jika Anda berbaring, maka kaki Anda akan terantuk pada dindingnya
". Salman ra. berkata, "Benar", seperti itulah seharusnya rumah yang
akan Anda bangun!"
Tak satu pun barang berharga dalam kehidupan dunia ini yang digemari atau
diutamakan oleh Salman ra.sedikit pun, kecuali suatu barang yang memang amat
diharapkan dan dipentingkannya, bahkan telah dititipkan kepada isterinya untuk
disimpan di tempat yang tersembunyi dan aman.
Ketika dalam sakit yang membawa ajalnya, yaitu pada pagi hari kepergiannya,
dipanggillah istrinya untuk mengambil titipannya dahulu. Kiranya hanyalah
seikat kesturi yang diperolehnya waktu pembebasan Jalula dahulu. Barang
itu sengaja disimpan untuk wangi-wangian di hari wafatnya. Kemudian sang
istri disuruhnya mengambil secangkir air, ditaburinya dengan kesturi yang
diaduk dengan tangannya, lalu kata Salman ra. ke istrinya: "Percikkanlah
air ini ke sekelilingku, sekarang telah hadir di hadapanku makhluk Allah (yakni
Malaikat), yang tidak dapat makan, hanyalah suka wangi-wangian",
setelah selesai istrinya melakukan perintahnya tadi, ia berkata kepada istrinya
lagi: "Tutupkanlah pintu dan turunlah!" Perintah itu pun
diikuti oleh istrinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar