Tokoh ini biasa berpuasa sunat tiga hari setiap awal
bulan Qamariah (bulan Arab dalam penanggalan Hijri), mengisi malam harinya
dengan membaca Al-Quran dan shalat tahajud. Akrab dengan kemiskinan, dia
sering mengikatkan batu ke perutnya, guna menahan lapar. Dalam sejarah ia
dikenal paling banyak meriwayatkan hadis. Dialah Bapak Kucing Kecil (Abu
Hurairah), begitu orang mengenalnya. Kenapa ia dikenal sebagai "Bapak
Kucing"? Di waktu jahiliyah namanya dulu Abdu Syamsi ibn
Shakhr Ad-Dausi, dan tatkala ia memeluk Islam, ia diberi nama
oleh Rasul dengan Abdurrahman. Ia sangat penyayang kepada
binatang dan memiliki seekor kucing, yang selalu diberinya makan, digendongnya,
dibersihkannya dan diberinya tempat. Kucing itu selalu menyertainya
seolah-olah bayang bayangnya. Inilah sebabnya ia diberi gelar "Bapak
Kucing" (Abu Hurairah).
Abu Hurairah memiliki bakat luar biasa dalam kemampuan
dan kekuatan ingatan. Ia memiliki kelebihan dalam
seni menangkap apa yang didengarnya, sedang ingatannya memiliki keistimewaan
dalam segi menghafal dan menyimpan.
Didengarnya, ditampungnya
lalu terpatri dalam ingatannya hingga dihafalkannya, hampir tak pemah ia
melupakan satu kata atau satu huruf pun dari apa yang telah didengarnya,
sekalipun usia bertambah dan masa pun telah berganti-ganti.
Oleh karena itulah, ia telah mewakafkan hidupnya untuk
lebih banyak mendampingi Rasulullah sehingga termasuk yang terbanyak menerima
dan menghafal Hadits, serta meriwayatkannya. Sewaktu datang masa
pemalsu-pemalsu hadits yang dengan sengaja membikin hadits-hadits bohong dan
palsu, seolah-olah berasal dari Rasulullah saw mereka memperalat nama Abu
Hurairah dan menyalahgunakan ketenarannya dalam meriwayatkan Hadits dari Nabi
saw, hingga sering mereka mengeluarkan sebuah "hadits", dengan
menggunakan kata-kata: "Berkata Abu Hurairah ..."
Dengan perbuatan ini hampir-hampir mereka menyebabkan
ketenaran Abu Hurairah dan kedudukannya selaku penyampai Hadits dari Nabi saw
menjadi lamunan keragu-raguan dan tanda tanya, kalaulah tidak ada usaha dengan
susah payah dan ketekunan yang luar biasa, serta banyak waktu yang telah di
habiskan oleh tokoh -tokoh utama para ulama Hadits yang telah membaktikan hidup
mereka untuk berhidmat kepada Hadits Nabi dan menyingkirkan setiap tambahan
yang dimasukkan ke dalamnya.
Di sana Abu Hurairah berhasil lepas dari jaringan kepalsuan
dan penambahan-penambahan yang sengaja hendak diselundupkan oleh kaum perusak
ke dalam Islam, dengan mengkambing hitamkan Abu Hurairah dan membebankan dosa
dan kejahatan mereka kepadanya.
Dan dengan bakat pemberian Tuhan yang dipunyainya beserta
perbendaharaan Hadits tersebut, Abu Hurairah merupakan salah seorang sahabat
yang mampu menjelaskan hari-hari kehidupan Rasulullah saw beserta para
sahabatnya, mengitari pelosok dan berbagai ufuk yang membuktikan kehebatan
Muhammad saw beserta shahabat-shahabatnya itu dan memberikan makna kepada
kehidupan ini dan memimpinnya ke arah kesadaran dan pikiran sehat.
Ia adalah salah seorang yang menerima pantulan revolusi
Islam, dengan segala perubahan mengagumkan yang diciptakannya, dari orang
upahan menjadi pemimpin atau majikan, dari seorang yang terlunta-lunta di
tengah-tengah lautan manusia, menjadi imam dan panutan, dan dari seorang
yang sujud di depan batu-batu yang disusun, menjadi orang yang beriman kepada
Allah yang Maha Esa lagi Maha Perkasa.
Inilah dia sekarang bercerita dan berkata: "Aku
dibesarkan dalam kondisi yatim, dan pergi hijrah dalam kondisi miskin. Aku menerima upah sebagai pembantu pada Busrah binti
Ghazwan demi untuk mengisi perutku, akulah yang melayani keluarga itu bila mereka sedang
menetap dan menuntun binatang tunggangannya bila sedang bepergian, sekarang inilah aku, Allah
telah menikahkanku dengan putri Busrah, maka segala puji bagi Allah yang telah
menjadikan Agama ini tiang penegak, dan menjadikan Abu Hurairah ikutan ummat"
Dibanding Nabi, umurnya lebih muda sekitar 30
tahun. Dia lahir di Daus, sebuah desa miskin di padang pasir
Yaman. Hidup di tengah kabilah Azad, ia sudah yatim sejak kecil, yang
membantu ibunya menjadi penggembala kambing.
Ia datang kepada Nabi saw di tahun yang ke tujuh Hijrah
sewaktu beliau berada di Khaibar ia memeluk Islam karena dorongan kecintaan dan
kerinduan. Dan semenjak ia bertemu dengan Nabi Saw, dan berbai'at kepadanya, hampir-hampir ia tidak berpisah lagi darinya
kecuali pada saat-saat waktu tidur. Begitulah berjalan selama masa empat
tahun yang dilaluinya bersama Rasulullah saw yakni sejak ia masuk Islam sampai
wafatnya Nabi, pergi ke sisi Yang Maha Tinggi.
Dengan fitrahnya yang kuat, Abu Hurairah mendapat
kesempatan yang besar yang memungkinkannya untuk memainkan peran penting dalam
berbakti kepada Agama Allah.
Abu Hurairah bukanlah seorang penulis, ia hanya seorang
ahli hafal yang mahir, di samping memiliki kesempatan atau mampu mengadakan
kesempatan yang diperlukan itu, karena ia tak punya tanah yang akan digarap,
dan tidak punya bisnis yang akan dikelola.
Ia pun menyadari bahwa dirinya termasuk orang yang masuk
Islam belakangan, maka ia bertekad untuk mengejar ketinggalannya, dengan cara
mengikuti Rasul terus menerus dan secara tetap menyertai majlisnya. Kemudian
disadarinya pula adanya bakat pemberian Allah ini pada dirinya, berupa daya
ingatannya yang luas dan kuat, serta semakin bertambah kuat, tajam dan luas
lagi dengan do'a Rasul, agar pemilik bakat ini diberi Allah berkat.
Ia menyiapkan dirinya dan menggunakan bakat dan kemampuan
karunia Ilahi untuk memikul tanggung jawab dan memelihara peninggalan yang
sangat penting ini dan mewariskannya kepada generasi kemudian.
Begitulah ia mempermahir dirinya dan ketajaman daya
ingatnya untuk menghafal Hadits-hadits Rasulullah saw dan
pengarahannya. Sewaktu Rasul telah pulang ke Rafikul A'la (wafat), Abu
Hurairah terus-menerus menyampaikan hadits-hadits, yang menyebabkan sebagian
sahabatnya merasa heran sambil bertanya-tanya di dalam hati, dari mana
datangnya hadits-hadits ini, bila didengarya dan diendapkannya dalam ingatannya
.
Abu Hurairah telah memberikan penjelasan untuk
menghilangkan kecurigaan ini, dan menghapus keragu-raguan yang menulari putra
shahabatnya, maka katanya: "Tuan-tuan telah mengatakan bahwa Abu
Hurairah banyak sekali mengeluarkan hadits dari Nabi saw.Dan tuan-tuan katakan
pula orang-orang Muhajirin yang lebih dahulu darinya masuk Islam, tak ada
menceritakan hadits-hadits itu? Ketahuilah, bahwa shahabat-sahahabatku
orang-orang Muhajirin itu, sibuk dengan perdagangan mereka di pasar-pasar,
sedang shahabat-shahabatku orang-orang Anshar sibuk dengan tanah pertanian
mereka. Sedang aku adalah seorang miskin, yang paling banyak menyertai
majlis Rasulullah, maka aku hadir sewaktu yang lain tidak hadir. Dan aku
selalu ingat seandainya mereka lupa karena kesibukan".
Dan Nabi saw pernah berbicara kepada kami di suatu hari,
kata beliau: "Siapa yang membentangkan sorbannya hingga selesai
pembicaraanku, kemudian ia meraihnya ke dirinya, maka ia takkan terlupa akan
suatu pun dari apa yang telah didengarya dari padaku!"
"Maka kuhamparkan kainku, lalu ia berbicara
kepadaku, kemudian kuraih kain itu ke diriku, dan demi Allah, tak ada suatu pun
yang terlupa bagiku dari apa yang telah kudengar darinya! Demi Allah kalau
tidaklah karena adanya ayat di dalam Kitabullah niscaya tidak akan ku kabarkan
kepada kalian sedikit jua pun" Ayat itu adalah:
Artinya : "Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa-apa yang
telah kami turunkan berupa keterangan-keterangan dan petunjuk, sesudah Kami
nyatakan kepada manusia di dalam Kitab mereka itulah yang dikutuk oleh Allah
dan dikutuk oleh para pengutuk (Malaikat-malaikat)!" Al- Baqarah: Ayat 159
Demikianlah Abu Hurairah menjelaskan rahasia kenapa hanya
ia seorang diri yang banyak mengeluarkan riwayat dari Rasulullah saw. yaitu
: Pertama, karena ia melapangkan waktu untuk menyertai Nabi lebih
banyak dari para shahabat lainnya. Kedua,
karena ia memiliki daya ingatan yang kuat, yang telah diberi berkat oleh Rasul,
hingga ia jadi semakin kuat. Ketiga,
ia menceritakannya bukan karena ia gemar bercerita, tetapi karena keyakinan
bahwa menyebar luaskan hadits-hadits ini, merupakan tanggung jawabnya terhadap
Agama dan hidupnya. Kalau tidak dilakukannya berarti ia menyembunyikan
kebaikan dan haq, dan termasuk orang yang lalai yang sudah tentu akan menerima
hukuman kelalaiannya.
Oleh sebab itulah ia harus saja memberitakan, tak
suatupun yang menghalanginya dan tak seorang pun bisa melarangnya, hingga pada
suatu hari Amirul Mu'minin Umar berkata kepadanya: "Hendaklah kamu
hentikan menyampaikan berita dari Rasulullah! Bila tidak, maka akan
kukembalikan kau ke tanah Daus. ! "(Yaitu tanah kaum dan
keluarganya).
Tetapi larangan ini tidaklah mengandung suatu tuduhan
bagi Abu Hurairah, hanyalah sebagai pengukuhan dari suatu pandangan yang dianut
oleh Umar, yaitu agar orang-orang Islam dalam jangka waktu tersebut, tidak
membaca dan menghafalkan yang lain, kecuali Al-Quran sampai ia melekat dan
mantap dalam hati sanubari dan pikiran.
Al-Quran adalah kitab suci Islam, Hukum Dasar dan kamus
lengkapnya dan terlalu banyaknya cerita tentang Rasulullah saw teristimewa lagi
pada tahun-tahun menyusul wafatnya Nabi saw, saat sedang dihimpunnya Al-Quran,
dapat menyebabkan kesimpangsiuran dan campur-baur yang tidak berguna dan tak
perlu terjadi!
Oleh karena ini, Umar berpesan: "Sibukkanlah
dirimu dengan Al-Quran karena dia adalah kalam Allah." Dan katanya
lagi: "Kurangilah olehmu meriwayatkan perihal Rasulullah kecuali yang
mengenai amal perbuatannya!"
Dan sewaktu beliau mengutus Abu Musa al-Asy'ari ke Irak
ia berpesan kepadanya: "Sesungguhnya Anda akan mendatangi suatu kaum
yang dalam mesjid mereka terdengar bacaan Al-Quran seperti suara
lebah. maka biarkanlah seperti itu dan jangan anda bimbangkan mereka
dengan hadits-hadits, dan aku menjadi pendukung anda dalam hal ini! "
Al-Qur'an sudah dihimpun dengan jalan yang sangat cermat,
hingga terjamin keasliannya tanpa dicampuri oleh hal-hal
lainnya. Adapun hadits, maka Umar tidak dapat menjamin bebasnya dari
pemalsuan atau perubahan atau diambilnya sebagai alat untuk mengada-ada
terhadap Rasulullah SAW dan merugikan Agama Islam.
Abu Hurairah menghargai pandangan Umar, tetapi ia juga
percaya terhadap dirinya dan teguh memenuhi amanat, hingga ia tak hendak
menyembunyikan suatu pun dari Hadits dan ilmu selama diyakininya bahwa
menyembunyikannya adalah dosa dan kejahatan.
Demikianlah, setiap ada kesempatan untuk menumpahkan isi
dadanya berupa Hadits yang pernah didengar dan ditangkapnya tetap saja
disampaikan dan dikatakannya. Hanya ada pula suatu hal
yang merisaukan, yang menimbulkan kesulitan bagi Abu Hurairah ini, karena
seringnya ia bercerita dan banyaknya Haditsnya yaitu adanya tukang hadits yang
lain yang menyebarkan Hadits-hadits dari Rasul saw dengan menambah-nambah dan
melebih-lebihkan hingga para shahabat tidak merasa puas terhadap sebagian besar
dari Hadits-haditsnya. Orang itu namanya Ka'ab al-Ahbaar, seorang Yahudi yang
masuk Islam.
Pada suatu hari Marwan bin Hakam menguji kemampuan
menghafal dari Abu Hurairah. Maka dipanggilnya ia dan dibawanya duduk
bersamanya, lalu dimintanya untuk menghabarkan hadits-hadits dari
Rasulullah saw. Sementara itu disuruhnya penulisnya menuliskan apa yang
diceritakan Abu Hurairah dari balik dinding. Sesudah berlalu satu tahun,
dipanggilnya Abu Hurairah kembali dan dimintanya membacakan lagi Hadits-hadits
yang dulu itu yang telah ditulis pembantunya. Ternyata tak ada yang
terlupa oleh Abu Hurairah walau sepatah kata pun!
Ia berkata tentang dirinya, "Tak ada seorang pun
dari sahabat-sahabat Rasul yang lebih banyak menghafal Hadits dari padaku,
kecuali Abdullah bin 'Amr bin' Ash, karena ia pandai menuliskannya sedang aku
tidak." Dan Imam Syafi'i mengemukakan pula pendapatnya tentang Abu
Hurairah, "Ia seorang yang paling
banyak hafal di antara seluruh perawi Hadits sesamanya." Sementara Imam Bukhari
menyatakan pula, "Ada
delapan ratus orang atau lebih dari shahabat tabi'in dan ahli ilmu yang meriwayatkan
Hadits dari Abu Hurairah."
Demikianlah Abu Hurairah tak ubah bagai suatu
perpustakaan besar yang telah ditaqdirkan kelestarian dan keabadiannya.
Abu Hurairah termasuk orang ahli ibadah yang mendekatkan
diri kepada Allah, selalu melakukan ibadah bersama istrinya dan anak-anaknya setiap
malam secara bergiliran, mula-mula ia berjaga sambil shalat sepertiga malam
kemudian dilanjutkan oleh isterinya sepertiga malam dan sepertiganya lagi
dimanfaatkan oleh puterinya. Dengan demikian, tak ada satu saat pun yang
berlalu setiap malam di rumah Abu Hurairah, melainkan berlangsung di sana
ibadat, dzikir dan shalat!
Semenjak ia menganut Islam tak ada yang memberatkan dan
menekan perasaan Abu Hurairah dari berbagai persoalan hidupnya ini, kecuali
satu masalah yang hampir menyebabkannya tak dapat memejamkan mata. Masalah
itu adalah tentang ibunya, karena waktu itu ia menolak untuk masuk
Islam. Bukan hanya sampai di sana saja, bahkan ia menyakitkan perasaannya
dengan menjelek-jelekkan Rasulullah di depannya.
Pada suatu hari ibunya itu kembali mengeluarkan kata-kata
yang menyakitkan bagi Abu Hurairah tentang Rasulullah saw, hingga ia tak dapat
menahan tangisnya karena sedihnya, lalu ia pergi ke mesjid Rasul. Marilah
kita dengarkan ia menceritakan lanjutan berita kejadian itu sebagai berikut:
"Sambil menangis aku datang kepada Rasulullah, lalu aku berkata,
"Ya Rasulallah, aku telah meminta ibuku masuk Islam, ajakanku itu
ditolaknya, dan hari ini aku pun baru saja memintanya masuk Islam, sebagai
jawaban ia malah mengeluarkan kata-kata yang tak kusukai terhadap diri anda. Karenanya
mohon anda do'akan kepada Allah kiranya ibuku itu ditunjuki-Nya kepada Islam ..
" Maka Rasulullah saw berdo'a: "Ya
Allah tunjukilah ibu Abu Hurairah!"
Aku pun berlari mendapatkan ibuku untuk menyampaikan
kabar gembira tentang do'a Rasulullah itu. Sewaktu sampai di muka pintu,
ku temukan pintu itu terkunci, dari luar terdengar suara gemercik air, dan
suara ibu memanggilku : "Hai Abu Hurairah, tunggulah ditempatmu
itu!"
Di waktu ibu keluar, ia memakai baju kurungnya, dan
membalutkan selendangnya sambil mengucapkan: "Asyhadu alla ilaha
illallah, wa asyhadu anna Muhammadan 'abduhu wa Rasuluh."
Aku pun segera berlari menemui Rasulullah saw sambil
menangis karena gembira, sebagaimana dahulu aku menangis karena berduka, dan
kataku padanya: "kusampaikan kabar suka ya Rasulallah, bahwa Allah
telah mengabulkan do'a Anda, Allah telah menunjuki ibuku ke dalam Islam."
Kemudian kataku pula: "Ya Rasulallah, mohon anda do'akan kepada Allah,
agar aku dan ibuku dikasihi oleh orang-orang Mu'min, baik laki-laki maupun
perempuan!" Maka Rasul berdo'a: "Ya Allah, mohon engkau
jadikan hambu- Mu ini beserta ibunya dikasihi oleh sekalian orang-orang Mumin,
laki-laki dan perempuan! "
Karena keinginannya memusatkan perhatian untuk menyertai
Rasulullah saw, ia pernah menderita
kepedihan lapar yang jarang diderita orang lain. Dan pernah ia
menceritakan bagaimana rasa lapar telah menggigit-gigit perutnya, maka
diikatkannya batu dengan surbannya ke perutnya dan ditekannya ulu hatinya
dengan kedua tangannya, lalu terjatuhlah ia di mesjid sambil menggeliat-geliat
kesakitan hingga sebagian sahabat menyangkanya ayan (epilepsi), padahal sama
sekali bukan.
Suatu kali, dengan masih mengikatkan batu ke perutnya,
dia duduk di pinggir jalan, tempat orang biasanya berlalu
lalang. Dilihatnya Abu Bakar melintas. Lalu dia
minta dibacakan satu ayat Al-Quran. "Aku memintanya begitu supaya dia
mengajakku ikut, memberiku pekerjaan," tutur Abu
Hurairah. Tapi Abu Bakar cuma membacakan ayat,
lantas berlalu.
Dilihatnya Umar ibn Khattab. "Tolong ajari
aku ayat Al-Quran," kata Abu Hurairah. Kembali ia harus menelan ludah kekecewaan karena Umar berbuat hal yang
sama. Tak lama kemudian Nabi
lewat. Nabi tersenyum. "Ia tahu apa isi hati
saya. Beliau bisa membaca raut muka saya secara tepat". tutur Abu Hurairah. "Ya Aba Hurairah!" Panggil Nabi. "Labbaik, ya Rasulullah!" "Ikutlah aku!" Beliau mengajak Abu Hurairah ke rumahnya. Di dalam
rumah ditemukan seember susu."Dari mana susu ini?"
Tanya Rasulullah. Ia diberi tahu bahwa seseorang telah memberikan susu
itu. "Ya Aba
Hurairah!" "Labbaik, Ya
Rasulullah!" "Tolong panggilkan
ahli shuffah," kata Nabi. Susu tadi lalu dibagi kepada ahli shuffah, termasuk Abu
Hurairah. Sejak itulah, Abu Hurairah mengabdi kepada Rasulullah, bergabung
dengan ahli shuffah di pondokan masjid.
Sepulang dari Perang Khaibar, Nabi melakukan perluasan
terhadap Masjid Nabawi, yaitu ke arah barat dengan menambah tiga pilar
lagi. Abu Hurairah terlibat pula dalam renovasi ini. Ketika dilihatnya
Nabi turut mengangkat batu, ia meminta agar ia menyerahkan batu itu
kepadanya. Nabi menolak seraya bersabda, "Tidak ada kehidupan
sebenarnya, melainkan kehidupan akhirat."
Abu Hurairah sangat mencintai Nabi. Sampai-sampai
dia memilih dipukul Nabi karena melakukan kekeliruan ketimbang mendapatkan
makanan yang enak. "Karena Nabi menjanjikan akan memberi syafaat
kepada orang yang pernah merasa disakitinya secara sengaja atau tidak,"
katanya.
Begitu cintanya kepada Rasulullah sehingga siapa pun yang
dicintai Nabi, ia ikut mencintainya. Misalnya, ia suka mencium Hasan dan
Husain, karena melihat Rasulullah mencium kedua cucunya itu.
Ada cerita menarik menyangkut kehidupan Abu Hurairah dan
masyarakat Islam zaman itu. Meski Abu Hurairah seorang papa, bisa dibilang
tuna wisma, salah seorang majikannya yang lumayan kaya menikahkan putrinya,
Bisrah binti Gazwan, dengan pria itu. Ini menunjukkan betapa Islam telah
mengubah persepsi orang dari membedakan kelas kepada persamaan. Abu
Hurairah dipandang mulia karena kealiman dan kesalihannya. Perilaku islami
telah memuliakannya, lebih dari kemuliaan pada masa jahiliyah yang memandang
kebangsawanan dan kekayaan sebagai ukuran kemuliaan.
Sejak menikah, Abu Hurairah membagi malamnya atas tiga
bagian: untuk membaca Al-Quran, untuk tidur dan keluarga, dan untuk
mengulang-ulang hadis. Ia dan keluarganya meskipun kemudian menjadi orang
berada tetap hidup sederhana. Ia suka bersedekah, menjamu tamu, bahkan
menyedekahkan rumahnya di Madinah untuk pembantu-pembantunya.
Tugas penting pernah diembannya dari
Rasulullah. Yaitu ketika ia bersama Al-Ala ibn Abdillah Al-Hadrami diutus
berdakwah ke Bahrain. Belakangan, ia juga bersama Quddamah diutus menarik
jizyah (pajak) ke Bahrain, sambil membawa surat ke Amir Al-Munzir ibn Sawa
At-Tamimi.
Abu Hurairah hidup sebagai seorang ahli ibadah dan
seorang mujahid, tak pernah ia ketinggalan dalam perang, dan tidak pula dari
ibadah. Di zaman Umar bin Khatthab ia diangkat sebagai Amir untuk daerah
Bahrain, sedang Umar sebagaimana kita ketahui adalah seorang yang sangat keras
dan teliti terhadap kantor-kantor yang diangkatnya.
Ketika ia mengangkat seseorang sedang ia memiliki dua
pasang pakaian maka saat meninggalkan jabatannya nanti haruslah orang itu hanya
memiliki dua pasang pakaian juga. malah lebih utama kalau ia hanya
memiliki satu pasang saja. Apabila waktu meninggalkan jabatan itu terdapat
tanda-tanda kekayaan, maka ia takkan luput dari interogasi Umar, sekalipun
kekayaan itu berasal dari jalan halal yang dibolehkan syara. Suatu dunia lain,
yang diisi oleh Umar dengan hal-hal luar biasa dan mengagumkan. Rupanya saat Abu Hurairah memangku jabatan sebagai kepala daerah Bahrain ia
telah menyimpan harta yang berasal dari sumber yang halal. Hal ini diketahui oleh Umar, maka ia pun dipanggilnya datang ke
Madinah. Dan mari kita dengarkan Abu Hurairah, menampilkan soal jawab
ketus yang bertahan antaranya dengan Amirul Mu'minin Umar bin Khatthab,
Umar
|
:
|
"Hai Abi Hurairah,
apakah engkau sudah menjadi musuh Allah dan musuh kitab-Nya, dan apakah engkau telah mencuri
harta Allah?
|
Abu Hurairah
|
:
|
"Aku bukan musuh Allah dan tidak pula musuh kitab-Nya, hanya aku
menjadi musuh orang yang memusuhi keduanya dan aku bukanlah orang yang
mencuri harta Allah, "
|
Umar
|
:
|
"Dari mana kau
peroleh sepuluh ribu itu"
|
Abu Hurairah
|
:
|
"Kuda
kepunyaanku beranak-pinak dan pemberian orang berdatangan"
|
Umar
|
:
|
"Kembalikan
harta itu ke perbendaharaan negara (baitul maal)"
|
Kemudian Abu Hurairah menyerahkan
hartanya itu kepada Umar, lantas ia mengangkat tangannya
ke arah langit sambil berdo'a: "Ya Allah, ampunilah Amirul
Mu'minin." Tak selang beberapa lama, Umar memanggil Abu
Hurairah kembali dan menawarkan jabatan kepadanya di wilayah baru. Tapi
ditolaknya dan dimintanya maaf karena tak dapat menerimanya. Kata Umar
kepadanya, "Kenapa, apa sebabnya?"
Abu Hurairah mengemukakan lima alasan, "Agar
kehormatanku tidak sampai tercela, hartaku tidak dirampas, punggungku tidak
dipukul, aku takut menghukum tanpa ilmu, dan bicara tanpa belas kasihan!"
Ia memilih tinggal di Madinah, menjadi warga biasa yang memperlihatkan
kesetiaan kepada Umar, dan para pemimpin sesudahnya.
Tatkala rumah Amirul Mukminin Ustman ibn Affan dikepung
pemberontak, dalam peristiwa yang dikenal sebagai al-fitnatul kubra (bencana
besar), Abu Hurairah bersama 700 orang Muhajirin dan Anshar tampil mengawal
rumah tersebut. Meski dalam posisi siap tempur, Khalifah melarang pengikut
setianya itu memerangi kaum pemberontak.
Pada masa Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib, Abu
Hurairah ditawari menjadi gubernur di Madinah, Ia
menolak. Ketika terjadi pertemuan antara Khalifah Ali dan lawannya,
Muawwiyah bin Abi Sufyan, ia bersikap netral dan menghindari
fitnah. Sampai kemudian Muawwiyah berkuasa, Abu Hurairah bersedia menjadi
gubernur di Madinah. Tapi versi lain mengatakan, Marwan ibn Hakamlah yang
menunjuk Abu Hurairah sebagai pembantunya di kantor gebernur Madinah.
Pada suatu hari sangatlah rindu Abu Hurairah ingin
bertemu dengan Allah. Selagi orang-orang yang mengunjunginya mendo'akannya
cepat sembuh dari sakitnya, ia sendiri berulang-ulang memohon kepada Allah
dengan berkata : "Ya Allah, sesungguhnya aku telah sangat rindu ingin
bertemu dengan-Mu. Semoga Engkau pun demikian!" Di Kota
Al-Madinatul Munawwarah, ia mengembuskan nafas terakhir pada tahun ke-57 atau ke-58 H (676-678 M) dalam usia 78 tahun. Meninggalkan warisan yang sangat berharga, yakni hadis-hadis Nabi, bak
butiran-butiran ratna mutu manikam, yang jumlahnya 5.374 hadis.
Di sekeliling
orang-orang shaleh penghuni pekuburan Baqi', di tempat yang beroleh berkah, di
sanalah jasadnya dibaringkan. Dan sementara orang-orang yang mengiringkan
jenazahnya kembali dari pekuburan, mulut dan lidah mereka tidak henti-hentinya
membaca Hadits yang disampaikan Abu Hurairah kepada mereka dari Rasul yang
mulia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar